Sabtu, 03 Mei 2014

TERJEBAK KESOLEHAN “PURA-PURA”

Agus Rahmat Nugraha, M.Pd, M.Ag
(Demisioner DPD IMM JABAR, Wakil Ketua III STAIDA Muhammadiyah Garut)

Tema kesolehan adalah tema inti dari substansi ajaran islam. Islam adalah agama yang mengkehendaki umatnya untuk senantiasa memiliki kesungguhan dalam berilmu dan kesungguhan dalam beramal dengan keikhlasan sebagai ruhnya. Dan kesolehan ini pula yang menjadi indikator dari berbagai keutamaan yang di ajarkan oleh Al-Islam Ad-Dinul Haq. Adapun kejujuran, keterburukan, tanggung jawab dan keadilan adalah irisan – irisan kesolehan yang terakumulasi secara melekat dalam ciri baik dalam kesolehan individual maupun kesolehan jama’i

Kesolehan menjadi sangat penting saat ini, manakala kesolehan sebagai tindak tanduk kearifan seseorang atau kelompok yang terus berupaya melaksanakan nilai – nilai agung ajaran agama dalam seluruh ruang dan waktu, kini sedang berhadapan dengan kesolehan artifisal (kesolehan pura – pura, palsu dan munafik). Dan secara faktual dalam tema ini telah terjadi degradasi nilai yang membabi buta terhadap nilai kesolehan hakiki, yang dalam arti lain telah terjadi distorsi besar – besaran terhadap nilai kemurnuian (otentitas) agama. Berbagai tindakan kemunafikan semakin nyata dalam prilaku bangsa ini, misalnya orang baru jujur jika ada atasan, disiplin jika di awasi, berdedikasi secara pamrih, bahakan banyak pula yang melakukan kekerasan atas nama agama (kasus terorisme, perang antar suku/daera), berebut “kekuasan” atas nama musyawarah, atas nama jubah kontistusi, atas nama agama dan “penyelamatan”’ organisasi islam, bermewah – mewahan atas anama agama (antara lain budaya kirim parsel, hedonisme berlebihan dalam ucapan kematian, komersialisme dalam kegiatan “musyawarah”, dll) yang pada akhirnya agama di ekspoitasi menjadi komersialisme agam, dan politisme agama. Pernyataan yang mengugahkita, jika realitas sudah demikian, lalu di manakah esensi islam sebagai rahmatanlil’alamin yang sebenarnya?

Pelaku kesolehan pura-pura ini kini semakin efektif oleh dukungan media audio visual yang kita saksikan setiap saat. Slah satu yang menonjol diantaranya adalah tayangan dengan tajuk atas nama agama, atas nama rakyat, dan atas nama konstitusi, padahal jika dikritisi didalamnya berisi tahayul, bid’ah, khurafat baru, korup, budaya konsumerisme, liberalisme (penghayatan agama yang sewenang-wenang) dan sejumlah contoh prilaku lain yang dapat menyesatkan umat dan bangsa ini. Centang perenang dan perubahan dari kesolehan hakiki menjadi kesolehanartifilasi ini adalah problem bangsa yang serius, sehingga leo tolstoy, seorang pejuang rusia dalam the law of love and the law of violence pernah menulis bahwa the principle cause of our bad sosial organization is false belifef (poko buruknya organisasi sosial kita adalah ke imanan yang palsu atau kemunafikan).

Dan yang paling gawat dari semua ini adalah kekurangansadaran umat islam dalam memahami prilaku-prilaku artifilasi ini, terutama karena buaian kesenangan duniawi yang menipunya dan tanpa di sadari umat islam telah terasing dari nilai- nilai hakiki, dan dalam diri umat terjadi split personality (keterbelahan, schizoperenia) keyakinan dimana hanya ibadah mahdoh (ibadah langsung) sajalah sebagai urusan agama ini, sementara yang lain (ghoero mahdoh/ muamalah duniawiyah) di anggap sebagai urusan duniawi semata dengan dalih budaya, seni, politik praktis, modernisme dan globalisasi.

Sinyalemen tentang kuatnya kesolehan artifisal ini pernah di prediksi oleh Rasulullah SAW. Diriwayatkan oleh Al-Baihaki, rasulullah Saw Bersabda : “akan datang suatu zaman, islam tinggal di mana saja la yabqa minal islami illa ismuhu, Al-Quran tinggal tulisannya saja la yabqu minal qurani illa rasmuhu, masjid berdiri megah di mana-mana tapi kosong dari petunjuk (masajidahum amiratunwahiya harabunminal hadyi), dan ulama – ulama cendikiawan yang lahir erupakan manusia yang jelek di muka bumi ini (ulamahum syarru man tahta ‘adimis samai’). Sedangkan konsekuensi logis dari itu semua adalah akan timbul bermacan fitnah yang berbaris menyerang umat ini secara keseluruhan. Inilah akibat yang akan muncul seandainya kesolehan yang di bangun secara artifisal (pura-pura atau palsu atau munafik atau formalistik), dan kosong dari makana asasinya. Oleh karena itu yang harus kita jaga secara individual adalah membangun syistem hidup islami yang di mulai dari niyyt (motivasi), kayfiat (tata cara) dan ghoyyat a’liyah (cita-cita tertinggi) dalam setiap gerak langkah, sebagai ciri keterujian keimanan (QS.29:2) menuju kesolehan pribadi yang hakiki, mumpunu dan dapat dipertanggungjawabkan. Kesolehan hakiki model ini adalah langkah awal (starting of point) untuk membangun kesolehan jama’i menuju khoeru ummat (QS.30:30) sebagaipuncak kesolehan yang utama (setting goal).  

Islam adalah agama yang memiliki energi pembebasan, yang senantiasa dapat membebaskan umat manusia dari berbagai prilaku berpura-pura tindakan ‘seolah-olah’ dan amal ‘asal-asalan’ serta sekaligus menjadi solusi dari berbagai prilaku artifisal menuju prilaku hakiki sebagaimana fitrah hanif (lurus dan memihak kepada Allah, yakni fitrah asasi yang di miliki oleh seluruh manusia (QS.30:30) marilah kita maknai hakikat perbedaan antara alat, toold, means dengan mana tujuan end. Sehingga kita tidak di perbudak jabatn. Di jajah oleh harta, dan tidak pula di permainkan oleh kebodohan kita sendiri.  Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar